Oleh : Dr.Arfa’i.SH.MH
RAGAM NARASI.ID -, Suhu politik seputar pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2024 semakin terasa panas. Semua pihak yang terkait dengan pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur serta Bupati dan Wakil Bupati sudah berupaya untuk menjalankan segala daya upaya untuk mendapatkan tiket partai politik dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur guna mendapatkan singasana istana.
Kegiatan tersebut memberikan posisi rakyat berada pada pihak yang menonton setiap penggalan cerita merebut dukungan partai politik, dalam aksi lapangannya rakyat dimanjakan seolah-olah apa yang diinginkan, tanpa diminta akan segera dikabulkan oleh para bakal calon tersebut.
Dalam hal ini rakyat belum mempunyai suatu pandangan yang jelas kemana mereka akan dibawakan oleh para bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur serta calon Bupati Dan wakil Bupati tersebut walaupun mereka sendiri mempunyai kepentingan, yang terpikir oleh rakyat hanyalah apa yang bisa didapatkan dari bakal calon Gubernur/wakil Gubernur harus diambil. Oleh karena itu antara Bacagub Dan Bacabup dengan rakyat sama-sama mempunyai kepentingan.
Kepentingan dalam Pilkada
Terlepas dari siapa yang akan mencalonkan diri menjadi Gubernur/wakil Gubernur serta Bupati/Wakil Bupati yang terpilih nantinya dalam pemilihan kepada daerah tahun 2024 serta pola pikir rakyat terhadap apa yang telah disodorkan oleh para bakal calon Gubernur/wakil Gubernur. Berkaitan dengan hal tersebut dalam perhelatan akbar pemilihan kepala daerah ada beberapa dimensi kepentingan yang terlibat, yaitu pertama, dimensi kepentingan kepala daerah, setiap calon yang mengajukan dirinya ikut dalam pemilihan kepala daerah selalu mempunyai kepentingan untuk dirinya sendiri.
Tolak ukurnya adalah seorang yang akan mencalonkan diri menjadi kepala daerah harus mempunyai dana yang cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa tahapan pengeluaran dana yaitu ; pertama, pada tahapan sosialisasi calon kepala daerah dengan pembentukan tim sukses, pemasangan baligho, sumbangan sosial dan lain-lain. Kedua, pada tahapan pendaftaran ke partai politik (perahu) yaitu pengeluaran biaya untuk sumbangan pada patai politik. Ketiga, pada tahapan kompannye yaitu pengeluaran segala dana yang terkait dengan pelaksanaan kompanye. Keempat, pada tahapan setelah kepala daerah terpilih yaitu pegeluaran biaya untuk tim sukses atau dikenal dengan politik balas budi. Dalam hal ini dana yang diperlukan bisa mencapai milyaran rupiah, mulai dari dana untuk tim sukses, dana untuk partai dan dana-dana teknis lainnya.
Permasalahan kepentingan tersebut akan muncul ketika seorang calon kepala daerah telah terpilih menjadi kepala daerah, pertanyaannya adalah bagaimana nasib dana yang telah dikeluarkan tersebut?. Hal ini membuka peluang tidak terciptanya transparansi keuangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena seorang kepala daerah tidak akan mampu mengembalikan uang yang telah habis pada masa pemihan kepala daerah hanya dari gajinya, apa lagi seorang kepala daerah dilarang untuk mempunyai perusahaan sebagaimana diatur dalam UU No 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah Pasal 76 ayat (1) huruf c ” kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang : menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun”. Bahkan jika ada yang melanggar Pasal 76 ayat (1) huruf c ini dikenakan sanksi, sebagaimana diatur pada Pasal 77 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf c dikenai sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
Kedua adalah kepentingan partai politik. Dalam hal ini ada dua posisi partai politik ketika berhubungan dengan seorang calon kepala daerah, pertama pada saat seseorang akan mencalonkan diri menjadi kepala daerah yang membutuhkan partai atau gabungan partai-partai. Berbeda dengan calon independen tidak ada berhubungan dengan partai politik. Sedangan Calon Kepala Daerah melalui pertai politik sesuai dengan ketentuan undang-undang pemilihan kepala daerah dinyatakan “kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas LUBER dan JURDIL“, dan “pasangan calon diajukan oleh partai politik maupun gabungan partai politik”.
Kedua, pada saat calon kepala daerah tersebut telah terpilih menjadi kepala daerah. hal ini didasari bahwa kepala daerah dalam menjalankan segala kebijakannya tidak bisa telepas dari DPRD dengan demikian diperlukan kekuatan politik dari partai yang mengusungnya dalam tingkatan legislatif. Dengan demikian akan menciptakan prilaku ketergantungan seorang kepala daerah kepala partainya sehingga akan melahirkan tindakan-tindakan yang mengarah kepada balas jasa kepada partai pengusungnya. Dasar lainnya adalah kepala daerah berbeda dengan presiden yang bisa meletakkan orang-orang partai pengusungnya dalam susunan kabinet melalui hak proregatifnya, sementara kepala daerah tidak mempunyai hak dan segala perangkat daerah hanya bisa diletakkan pada kedudukannya sesuai dengan karir dan keahliannya bukan dari partai politik.
Ketiga, kepentingan pihak swasta. Secara umum pihak swasta mempunyai kepentingan berkaitan dengan bagaimana mereka bisa melaksanakan usahanya dengan lancar tanpa ada gangguan apapun sehingga modal yang diinvestasikan ke daerah tidak hilang sia-sia. Dalam hal ini mereka mendambakan adanya kondisi yang aman, damai dan tertib. Selain itu, tidak menutup kemungkinan pihak swasta memberikan bantuan finansial kepada calon Kepala Daerah yang sekaligus sebagai investasi dalam pelaksanaan bisnis pada masa jabatan kepala daerah yang terpilih.
Ketiga, kepentingan rakyat. Kepentingan ketiga ini adalah hal mutlak yang harus diutamakan oleh seorang kepala daerah yang terpilih. Dalam pelaksanaan pemilihan umumnya rakyat tidak memandang siapa yang akan terpilih menjadi kepala daerah. Rakyat hanya berpikir bahwa siapaun yang terpilih harus bisa melakukan perubahan dalam kehidupan mereka, mulai dari rasa aman, kesejahteraan dan pendidikan. Hubungan antara seorang kepala daerah yang terpilih dengan masyarakat merupakan hal mutlak yang mempunyai efek imbal balik yaitu rakyat memilih sebagai pemilih dan kepala daerah memberi sebagai pemberi. Dalam suasana saat ini rakyat justru mengalami ketidak percayaan kepada bakal calaon atau calon Kepala Daerah sehingga cendrung meuncul sifat instant. Hal ini didasari bahwa dalam setiap pimilihan anggota DPRD, gubernur ataupun Bupati/Walikota rakyat selalu merasa tertipu sehingga pada masa-masa sebelum pencoplosan rakyat cendrung menginkan pemberian langsung dari cagub/wagub sebelum mereka terpilih.
Dalam pemilihan Gubernur/wakil Gubernur Jambi rakyat haruslah memiliki pemahaman yang tepat akan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap pilgub ini. Oleh karena itu rakyat harus jernih melihat bakal calon Gubernur/Wakil Gubernur yang telah direkomendasi partai politik mana yang cenderung kepada kepentingan pribadinya dan kepentintingan pihak swasta tanpa mengedepankan unsur transpransi pada saat pencalonannya serta harus mempunyai tolak ukur yang jelas mengenai calon Gubernur antara lain ; pertama, selalu mengutamakan kepentingan rakyat banyak tidak hanya pada janji-janji tetapi lebih menekankan pada bukti nyata. Hal ini didasari bahwa janji-janji dalam visi dan misi bukanlah murni dari cagub/cawagub tetapi merupakan pemikiran dari konseptor yang terlibat dalam tim sukses. Oleh karena itu, ada tiga pilar yang menjadi tolak ukur bagi calon kepala daerah yang mengutamakan kepentingan rakyat, (1). kebijakan atau peraturan yaitu dalam membuat kebijakan dan peraturan selalu mengikutsertakan rakyat sehingga kebijakan dan peraturan tersebut menjadi aspiratif. Hal ini diatur dalam UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan “masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan RUU dan RAPERDA“ .
Kemudian juga diatur dalam Pasal 58 UU No 23 tahun 2014 ayat (1) mengenai asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang mengarisbawahi adanya asas kepentingan umum dan asas keterbukaan. (2). pelayanan yang baik, yaitu seorang calon kepala daerah mampu menunjukkan kepada rakyat dapat memerintahkan dan memberikan dan menunjukkan pelayanan yang cepat, tepat, tansparan dan mudah sesuai dengan yang pernah dilakukannya. (3) mampu menciptakan terobosan baru, yaitu mampu menciptakan hal baru untuk rakyat terutama dalam bentuk pelayanan umum pada rakyat dan mampu memberikan sanksi yang tegas pemberi pelayanan yang tidak memuaskan rakyat.
Kedua, terlepas dari kepentingan pribadinya atau digolongkan politik yang paling baik yaitu orang yang sadar akan pengorbanan pengeluaran dana yang banyak ketika mencalonkan diri menjadi Gubernur/wakil Gubernur dan tidak bertujuan untuk mengembalikannya dengan cara-cara mengorbankan hak-hak rakyat. Ketiga, figur yang terlepas dari keterikatan dengan pihak swasta. Semua kriteria tersebut dapat dilihat dalam masa sosialisasi dan kompanye yaitu ada/tidaknya bakal calon gubernur yang mengedepankan unsur transparansi sumber dana yang digunakannya dalam mencalonkan diri sebagai Gubernur Jambi. Oleh karena itu keberhasilan dari out put pemilihan gubernur sangat tergantung kepada kewaspadaan rakyat dalam menilai pihak-pihak yang berkepentingan dalam pilgub itu sendiri.(*)
Penulis ; Dr.Arfa’i. SH.MH.
Dosen Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum, Universitas Jambi