Penulis;
Dr.Arfa’i.SH.MH.
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Jambi
RAGAM NARASI.ID -, Pemilihan kepala daerah seretak tahun 2024 semakin semarak dan menarik setelah berakhirnya masa pendaftaran pasangan calon kepala daerah menjadi menarik karena setelah berakhirnya pendaftaran pasangan calon kepala daerah public sudah mengetahui siapa saja pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusung oleh partai politik.
Faktanya hari ini public mengetahui di daerahnya ;
(1). Ada pasangan calon kepala daerah memborong semua partai politik yang disebut dengan calon Tunggal atau melawan kotak kosong.
(2) Ada pasangan calon kepala daerah yang diusung oleh partai partai besar dan ada yang diusung oleh partai partai kecil ditambah partai non parlemen, sehingga terdapat 2 pasangan calon kepala daerah atau disebut dengan beradu kambing. (3). Terdapat lebih dari 2 pasangan calon kepala daerah, karena tidak ada pasangan calon kepala daerah yang mendominasi sehingga dinamika politik di daerah tersebut dinamis dan mencair.
Selain info bagi public di atas, ternyata juga terdapat fakta yang juga tidak kalah menariknya adalah pada setiap daerah yang kepala daerahnya menjabat hasil pilkada tahun 2020 bagi yang masih menjabat satu priode rata rata semua mencalonkan diri kembali atau disebut dengan calon petahana.
Pada konteks ini ada yang tetap berpasangan dengan wakilnya dan ada juga yang memilih orang baru yang menjadi wakilnya.
Faktanya juga tidak sedikit calon petahana ini juga yang banyak mendapatkan dukungan dari partai-partai politik besar bahkan ada sampai tercipta calon Tunggal alias melawan kotak kosong di daerahnya.
Dengan demikian, kekuatan calon kepala daerah petahana ini menarik untuk ditelaah apakah lebih bermutu dari calon kepala daerah pendatang baru?.
Adapun yang dimaksud bermutu berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berbobot: berkualitas. Artinya adalah calon kepala daerah yang berkualitas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), petahana atau incumbent adalah pemegang suatu jabatan politik tertentu (yang sedang atau masih menjabat).
Oleh karena itu jika dikaitkan dengan Calon kepala daerah petahana artinya kepala daerah yang sedang menjabat mencalonkan diri kembali dalam pencalonan kepala daerah di daerahnya.
Sedangkan calon kepala daerah yang tidak sedang menjabat bukan termasuk calon petahana.
Dalam undang-undang Pilkada Petahana, namun arti petahana dapat dipahami dari ketentuan yang mengatur tentang kepala daerah yang mencalonkan diri kembali, sebagaimana diatur pada Pasal 70 ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Menjadi UU menyebutkan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan:.”Kembali ke pertanyaan di atas, apakah calon kepala daerah petahanan ini lebih bermutu daripada calon pendatang baru?.
Jawaban dari pertanyaan tersebut seharusnya adalah ya. Hal ini didasari kedudukan petahana ini adalah sedang menjabat, maka secara personal seharusnya memiliki pengalaman terkait dengan tata Kelola pemerintahan, tata Kelola anggaran, tata Kelola kebijakan, tata Kelola pembangunan dan tata Kelola hubungan eksekutif dengan legislatif/DPRD.
Oleh karena itu apabila dibandingkan dengan calon kepala daerah yang betul betul pendatang baru dalam artian belum pernah memegang jabatan eksekutif (pemerintah) selama pengalaman hidupnya, maka petahana lebih bermutu.
Namun demikian, jika dibanding dengan calon kepala daerah pendatang baru yang sebelumnya telah memiliki pengalaman dibidang eksekutif (pemerintah) tentunya calon petahana belum tentu lebih bermutu.
Selanjutnya, pada dasarnya public paling mudah untuk menilai mutu (kualitas) calon petahana untuk membandingkan dengan calon yang lain karena kedudukan calon petahana ini sedang menjabat artinya masih dalam ingatan public.
Dalam hal ini, setidaknya public bisa menilai kemampuan Calon Kepala Daerah Petahana dari beberapa aspek yakni :
1. Tata Kelola pemerintahan yakni kemampuan Kepala Daerah dalam memimpin pemerintahnya; dalam hubungannya dengan wakilnya, Sekretaris Daerahnya dan Semua Kepala OPDnya sampai dengan Kepala Desa di Daerahnya.
Apakah tercipta hubungan yang kondusif dan bersinergi serta tercipta kondisi wakilnya, sekdanya dan semua kepala OPDnya menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
Ketika ada OPD yang tidak berfungsi dengan baik Kepala Daerahnya selalu evaluasi dan memberikan pengarahan dan hukuman.
Sebaliknya Ketika ada OPD yang menjalankan tugasnya dengan baik diberikan penghargaan.Outputnya adalah Masyarakat merasakan dapat pelayanan dengan baik oleh pemerintah.
2. Tata Kelola anggaran yakni kemampuan Kepala Daerah dalam menggelola sumber-sumber pendapatan daerah, baik pengelolaan Sumber Daya yang ada di Daerahnya maupun kemampuannya untuk mendapatkan sumber anggaran dari pemerintah Provinsi dan pemerintah Pusat.
Pengelolaan anggaran tepat sasaran, professional, efisiensi dan efektif. Pada akhirnya pengelolaan anggaran ini dirasakan langsung manfaatkanya oleh Masyarakat.
3. Tata Kelola kebijakan yakni kemampuan
kepala daerah dalam membuat kebijakan untuk mengatasi masalah dalam masyarakat, artinya ada upaya inisiatif, responsif dan cepat membuat kebijakan ketika ada masalah yang dihadapi oleh masyarakat, sehingga Masyarakat merasakan adanya kepala daerah Bersama mereka.
4. Tata Kelola Pembangunan yakni kemampuan dalam pelaksanaan Pembangunan sumber daya manusia maupun fisik. Pada konteks ini yang perlu dinilai adalah pada konteks Pembangunan skala prioritas yang dibutuhkan masyarakat, pondasi dasar untuk melangkah ke tahapan Pembangunan selanjutnya.
Tidak bisa dilihat dari aspek pemerataan keseluruhan sebab priode pertama pada dasarnya adalah Pembangunan skala prioritas yang dibutuhkan Masyarakat dan pondasi dasar, baru priode berikutnya jika menang masuk pada tahapan pemerataan Pembangunan. Oleh karena itu, Pembangunan yang dilakukan oleh Kepala Daerah bersifat prestise/icon semata bukan bersandar pada kebutuhan Masyarakat termasuk yang tidak baik.
5. Tata Kelola hubungan eksekutif dengan legislatif/DPRD yakni membangun sinergi fungsional kepala daerah dengan DPRD, yang diperlihatkan dengan usulan program dan anggaran yang diajukan oleh kepala daerah yang berpihak kepada masyarakat selalu mampu meyakinkan DPRD sehingga diterima.
Selain itu tercipta harmonis antara kepala daerah dengan semua partai politik di DPRD. Pada konteks ini tidak ada kisruh kedua Lembaga tersebut di media.
Dengan demikian, maka public bisa langsung menilai mutu atau kualitas dari calon kepala daerah petahana, dalam artian jika 5 hal di atas terpenuhi, maka calon petahana tersebut bermutu/berkualitas, maka layak untuk dipilih Kembali. Namun jika sebaliknya, maka diperlukan juga mengukur kemungkinan 5 hal di atas tersebut dimiliki oleh calon lainnya.
Hal ini didasari bahwa Kepala daerah yang memimpin daerah mesti terukur kualitasnya/kemampuannya, agar mampu mewujudkan tujuan Otonomi Daerah untuk pelayanan public yang baik, kesejahteraan Masyarakat meningkat dan keamanan ketertiban terpelihara. (*)